Minggu, 04 November 2007

Delapan Kebohongan Seorang Ibu

Cerita ini kudapatkan dari salah satu milis, betapa sesak dadaku membacanya, betapa  tak tahan air mataku menitik membaca cerita ini, oh Ibu betapa aku sangat mencintai Engkau berdua, betapa jasamu tak tergantikan, betapa kasih sayangmu tak tergantikan, betapa, betapa....aku tak sanggup melanjutkannya, begitu penuh rasanya dada ini.

Delapan Kebohongan Seorang Ibu Dalam Hidupnya Dalam kehidupan kita  sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat manusia  terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah ini justru   sebaliknya. Dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya dari  kebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan terbebas dari  penderitaan, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya  sekuntum bunga yang paling indah di dunia.

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang  anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan  saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata: "Makanlah nak, aku tidak lapar" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu  berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhan.  Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang  selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disampingku dan  memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu,  hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya  kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata:  "Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan"  ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA

Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan  kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api  untuk ditempel, dan hasil  tempelannya itu membuahkan sedikit uang  untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun  dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan  dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku  berkata: "Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus  kerja." Ibu  tersenyum dan berkata: "Cepatlah tidur nak, aku tidak  capek " ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku  pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari,   ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama  beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah  selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah  disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental   tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental.  Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk   ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata: "Minumlah nak, aku tidak  haus!" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu,  dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan.  Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang   baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik   masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah  melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati  ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak  mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata: "Saya tidak butuh cinta" ----------KEBOHONGA N IBU YANG KELIMA

 Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan  bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun.  Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk  jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan  Abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang  untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu  berkata: "Saya punya duit"
----------KEBOHONGA N IBU YANG KEENAM

Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian  memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika  berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja  di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik  hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku:
"Aku tidak terbiasa"  ------KEBOHONGA N IBU YANG KETUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di  seberang samudra Atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk   ibunda tercinta. Aku Melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya  setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku  dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya   terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas  betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat  lemah dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air  mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti  ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata: "Jangan menangis anakku, aku   tidak kesakitan"
----------KEBOHONGA N IBU YANG KEDELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta  Menutup matanya untuk yang terakhir kalinya. Dari cerita di atas, saya  percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali  mengucapkan: "  Terima kasih ibu ! " Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah   kita tidak menelepon ayah ibu kita?  Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk   berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang   padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan  ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang   ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pacar kita, kita pasti lebih  peduli dengan pacar kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas apakah dia   Sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di samping kita.  Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita?   Cemas apakah ortu kita sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu kita  sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar?
 Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi.

 Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu  kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata "MENYESAL" dikemudian hari.

2 komentar:

  1. bagus banget ceritanya..

    thx buat sharingnya yaa...
    mean something to me..

    BalasHapus
  2. Iya Mbak, membaca cerita tersebut juga bikin aku intropeksi, ternyata Jasa seorang Ibu gak pernah tergantikan oleh siapapun, tidak juga Ayah kita.

    BalasHapus